Minggu, 30 Januari 2011

KAMPUNG PENELEH

Raden Rahmat tidak langsung menemukan pesisir ampeldenta ketika meninggalkan Trowulan 600 tahun silam. Setelah ngaso di Kembang Kuning dan Bungkul, Rahmat sempat di Peneleh. Rasakan eksotisme Masjid lawas ini sekarang. Jejaknya di Peneleh masih tersisa hingga sekarang. Sebuah masjid  besar masih bisa dinikmati bentuknya. Namanya Masjid Jami’ Peneleh. Inilah masjid yang usianya lebih tua ketimbang masjid Ampel yang dibangun 1421. Namun sayang, sekarang masjid ini nyaris luput dari perhatian orang banyak.
Saya membuka ensiklopedi Indonesia susunan Prof Dr MR TGS Mulia dan Prof Dr KAH Hidding. Di sini hanya menyingguing singkat riwayat Masjid Peneleh. Disebutkan, Sunan Ampel yang kala itu masih disebut Raden Ali Rahmatullah, berjalan dari Kembang Kuning menuju Peneleh, kemudian mendirikan masjid yang lebih besar (dari musala tiban di Kembang Kuning). Dan dari sini (Peneleh. Red), Sunan menuju ke tempat yang lebih luas ke Dento di daerah pesisir utara. Dari Raja Majapahit, Rahmat mendapat pinjaman tanah Dento yang kemudian menjadi Denti Ampel yang akhirnya dikenal menjadi Ampel Dento.
Di luar itu tidak ada catatan khusus tentang riwayat Masjid Jamik Peneleh. Namun jika bertandang masjid ini dan menanyai setiap orang di kawasan ini, ceritanya begitu manarik, beragam, dan tentu banyak versi. Tidak kentinggalanya aroma mistik. Maklum carita lisan yang kerap dibumbui imajinasi dari tiap-tiap generasi.
“Yang dikenal luas masjid ini didirikan Sunan Ampel, Sunan juga menggali sumur di halaman masjid kala itu,” kata Ahmad, seorang warga Peneleh. banyak Warga yakin air sumur itu berkhasiat menyebuhkan banyak penyakit. “Kualitasnya sepadan dengan sumur di dalam masjid Ampel dan diyakini sepedan dengan air zam-zam di halaman Kakbah Mekah,” timpal Hariyono. Sampai sekarang air sumur itu masih mengeluarkan air meskipun musim kemarau paling kering sekalipun. Saya menyempatkan salat asar di masjid legendaris ini kemarin. Bangunannya sungguh kokoh dan bentuknya eksotik. Temboknya mungkin seusia tembok masjid Ampel. Jika melihat langgam arsiteturnya yaitu aliran neuw imperial, kira-kira ini adalah hasil renovasi tahun 1890.  Model bangunnya mirip tembok masjid Ampel. Namun jika melongok ke dalam, Ups.. benar-benar menakjubkan. Imajinasi melayang ke 600 tahun silam, ketika Raden Rahmat mendirikan masjid ini. Seluruhnya dari karangka kayu jati. ada 10 tiang jati raksasa menjulang yang saling menyambung di bagian langit langitnya. kaca kaca patri menghiasi angin angin di sela-sela atap. Bahan bangunan yang langka ditemukan saat ini. Mihrabnya terbagi tiga tempat. Sebelah kiri untuk menempatkan jam duduk, bagian tengah sebagai tempat salat imam, dan bagian kanan untuk mimbar khutbah. Sayang tidak ada satupun peninggalan prasasti di tempat ini, bahkan sumur mukzizat itupun lokasinya tersembuyi di bawah bedug dan tangga.
Yah, Masjid Peneleh sekarang nyaris tidak dikenal, kecuali warga Peneleh sendiri. Lokasinya yang tersembunyi di tengah kampung Peneleh gang V menjadikannya kalah pamor dari Masjid Rahmat di Kembang Kuning atau Masjid Bungkul di Makam Mbah Bungkul. Dua situs yang disinggahi Raden Rahmat itu tempatnya lebih strategis, di pinggir jalan ramai. Namun karena masjid kuno ini, eksotisme kampung Peneleh menjadi lebih lengkap. Kampung ini adalah salah satu situs lawas di Surabaya. Lokasinya begitu strategis di lalu lintas sungai pada masa jalan darat belum dikenal peradaban Jawa. Peneleh bersama Plampitan adalah ‘delta’ yang membelah dua sungai urat nadi Surabaya  kuno, Kalimas dan Sungai Pegirikan.
Di kawasan ini tidak hanya masjid itu yang menjadikannya unik, ada ratusan bangunan rumah bergaya lawas, yang lagi tren di akhir 1800-an. Ada Makam Nyai Campa, makam Buyut Minggir, makam Buyut Dawa, makam Buyut Malang, dan makam Buyut Bening. Entah apa kaitannya mereka dengan Masjid ini karena kering sekali literatur yang memuat tulisan kawasan ini.  Bahkan sampai era 1900-an daerah ini masih menarik disinggahi, ‘imigran’ dari Bali yang mengawali. Belanda membangun makam pejabat di Peneleh, Bung Karno, presiden RI pertama  lahir di kawasan ini dan indekos di dua gang sebelah masjid. tokoh pergerakan Syarekat Islam, HOS Tjokroaminoto juga tinggal di tempat ini. Namun sekarang, siapa yang sudi melirik kampung padat ini.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Widyaswara | Address : Jl. Kalidami viii/25 Surabaya - Telp.(031) 5926865, 081322430013 | Blogger Templates